Kamis, 09 Juni 2011

Hubungan Obesitas Dengan Hipertensi

1. Obesitas
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak ( jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan. Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Obesitas ringan
Kelebihan berat badan 20-40 %
b. Obesitas sedang
Kelebihan berat badan 41-100 %
c. Obesitas berat
Kelebihan berat badan > 100 %
(http//:www.wikipedia.com.html)
Indeks massa tubuh ( Body Mass Index (BMI)) adalah alat ukur untuk menentukan apakah massa tubuh anda sudah masuk ke dalam kategori obesitas (kegemukan) atau belum yaitu dengan membagi berat badan terhadap kuadrat tinggi badan. Nilai BMI menurut WHO adalah sebagai berikut:

Nilai BMI menurut WHO
Kelompok
Berat badan kurang : <18,5 -> Resiko sakit jantung rendah, tetapi resiko menderita penyakit lain meningkat.
Normal : 18,5-24,9 -> Rata-rata penduduk
Berat badan lebih : 25 -> Meningkat
Mulai kegemukan : 25-29,9 -> Meningkat
Kegemukan tingkat 1 : 30-34,0 -> Sedang
Kegemukan tingkat 2 : 35-39,9 -> Berbahaya
Kegemukan tingkat 3 : 40 -> Sangat berbahaya

Penyebab terjadinya obesitas adalah ketidak seimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor , antara lain:
a.Genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang.

b.Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya: apa yang di makan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya.
c.Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.
d.Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: Sindrom Cushing, Hypothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan saraf bisa menyebabkan orang banyak makan.
e.Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bisa menyebabkan penambahan berat badan.
f.Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah lemak dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
g.Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. (http//:www.wikipedia.com.html)
Efek samping yang sering ditemukan pada penderita obesitas adalah:
Pria yang menderita obesitas parah pada usia 25-35 tahun beresiko mati muda 12 kali lebih besar di banding pria seusia dengan berat badan normal. Penderita obesitas juga memiliki jumlah permasalahan medis yang lebih besar. Pada penderita obesitas sedang, masalah medis yang muncul, antara lain:
a.Jantung: tekanan darah tinggi, gagal jantung, penyakit jantung lainnya.
b.Gastrointestinal: batu empedu, sensasi perut terbakar yang sering muncul
c.Endokrin: diabetes, lemak tinggi (kolesterol), menstruasi tidak teratur, infertilitas
d.Pulmonary: gangguan pernapasan saat tidur (apnoea)
e.Musculoskeletal: degenerasi lutut, sakit punggung, herniasi disc, osteoporosis, resiko patah tulang patologis (patah tulang yang bukan disebabkan trauma luar tubuh, tetapi karena faktor internal)
f.Kulit: berbagai kelainan
g.Kanker: diberbagai organ. (Anjali Arora, 2008)
Komplikasi pada penderita obesitas yang sering ditemukan, antara lain:
a.Diabetes tipe 2 (non-insulin dependent diabetes mellitus)
b.Penyakit jantung dan pembuluh darah
c.Stroke
d.Darah tinggi
e.Hipotiroidisme
f.Dyslipidemia
g.Hiperinsulinemia, insulin resistance, glucose intolerance
h.Congestive heart failure (gagal jantung karena bendungan)
i.Angina pectoris (nyeri dada karena penyakit jantung koroner)
j.Cholecystitis (radang kandung empedu)
k.Cholelithyasis (batu empedu)
l.Osteoarthritis (radang tulang dan persendian)
m.Gout (penyakit asam urat tinggi)
n.Perlemakan hati
o.Henti napas waktu tidur dan gangguan pernapasan lain

2. Hipertensi
Istilah tekanan darah berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung menguncup. Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali. (Lany Gunawan, 2001)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. (Sofia Dewi & Digi Familia, 2010)

Setiap usia dan jenis kelamin memiliki batas masing-masing. Kategori hipertensi menurut batasan usia adalah sebagai berikut:
a.Pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b.Pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.
c.Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
Menurut Gordon H. Williams, seorang ahli penyakit dalam sebagaimana dikutip oleh Sofia Dewi dan Digi Familia (2010) mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a.Tensi sistolik
•< 140 mmHg : Normal •140 – 159 mmHg : Normal tinggi •> 159 mmHg : Hipertensi sistolik tersendiri
b.Tensi diastolik
•< 85 mmHg : Normal •85 – 89 mmHg : Normal tinggi •90 – 104 mmHg : Hipertensi ringan •105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang •> 115 mmHg : Hipertensi berat
Lembaga kesehatan nasional Amerika, National Institute of Health, mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
a. Tekanan sistolik
• < 119 mmHg : Normal • 120 – 139 mmHg : Pra-hipertensi • 140 – 159 mmHg : Hipertensi derajat 1 • > 160 mmHg : Hipertensi derajat 2
b. Tekanan diastolik
• < 79 mmHg : Normal • 80 – 89 mmHg : Pra-hipertensi • 90 – 99 mmHg : Hipertensi derajad 1 • > 100 mmHg : Hipertensi derajad 2


Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Sekitar 20 % populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90 % diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyabab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit perenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Adapun faktor resiko hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor genetik ini memainkan peran penting dalam hipertensi primer (esensial). Faktor-faktor tersebut meliputi:
1). Faktor usia
Hipertensi umumnya berkembang di usia antara 35-55 tahun. Semakin tua usia seseorang, maka pengaturan metabolisme zat kapurnya (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya, darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat.
2). Faktor keturunan
Pada 70-80 % kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
3). Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang berkulit putih. Penyebabnya secara pasti belum diketahui, tetapi pada orang yang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar.
4). Jenis kelamin
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih besar daripada wanita. Namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada
wanita meningkat. Ini berkaitan dengan masa premenopause yang dialami wanita yang mengakibatkan tekanan darah cenderung naik. Sebelum menopause wanita relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler karena adanya hormon esterogen. Sementara itu, kadar esterogen menurun pada wanita yang mengalami menopause. Dengan demikian, resiko hipertensi pada wanita berusia diatas 65 tahun menjadi lebih tinggi.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di sini meliputi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor lingkungan tersebut meliputi:
1). Stress dan beban mental
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu.
2). Konsumsi makanan berlebih atau obesitas
Obesitas lebih banyak terjadi pada orang dengan gaya hidup pasif (kurang olahraga). Jika makanan yang di konsumsi lebih banyak mengandung kolesterol dapat menimbulkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Akibatnya aliran darah menjadi kurang lancar. Orang yang memiliki kelebihan lemak (hiperlipidemia), berpotensi mengalami penyumbatan darah sehingga suplai oksigen dan zat makanan kedalam tubuh terganggu. Penyempitan dan sumbatan oleh lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya, tekanan darah meningkat, maka terjadilah hipertensi.
3). Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh, antara lain nikotin, tar dan karbonmonoksida. Tar merupakan zat yang dapat meningkatkan kekentalan darah. Nikotin dapat memacu pengeluaran zat catecholamine tubuh seperti hormon adrenalin. Hormon tersebut dapat memacu jantung untuk memacu jantung untuk berdetak lebuh kencang, akibatnya volume darah meningkat dan jantung menjadi cepat lelah. Karbonmonoksida (CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah. Akibatnya, darah menjadi lebih kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Hal tersebut memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi dan lambat laun tekanan darah pun akan meningkat.
d). Konsumsi alkohol
Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbonmonoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung dipaksa untuk memompa darah lebih kuat agar darah yang sampai ke jaringan jumlahnya mencukupi.
e). Kelainan ginjal
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya penurunan massa ginjal yang dapat berfungsi dengan baik, kelebihan produksi angiotensin dan aldosteron serta meningkatnya hambatan aliran darah dalam arteri ginjal. Penurunan fungsi ginjal dalam menyaring darah, menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya ikut dibuang beredar kembali ke bagian tubuh yang lain. Akibatnya, volume darah total meningkat sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga meningkat. Hal ini mengakibatkan darah yang beredar melalui kapiler jaringan meningkat sehingga terjadi pengerutan sfingter prekapiler. Peningkatan volume darah total yang keluar dari jantung dan peningkatan hambatan pada pembuluh darah tepi yang mengerut menyebabkan tekanan darah meningkat.
f). Kebiasaan minum kopi
Kafein dalam kopi dapat memacu kerja jantung dalam memompa darah. Peningkatan tekanan dari jantung diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah meningkat.
g). Kurang olahraga
Olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga bermanfaat menurunkan obesitas dan dapat mengurangi asupan darah ke dalam tubuh. (Sofia Dewi dan Digi Familia, 2010)
Mekanisme terjadinya hipertensi (patofisiologi hipertensi) adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang di produksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang di produksi di paru-paru, angiotensin I di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. (Muhammadun AS, 2010)
Manifestasi klinik pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskusoptikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada, menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Komplikasi pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu stroke. Selain stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun (demensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
b. Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh halus mata pada retina robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.
c. Pada jantung dan pembuluh darah dapat menyebabkan komplikasi:
a. Arteriosclerosis
b. Atherosclerosis
c. Aneurisma
d. Penyakit pada arteri koronaria
e. Gagal ginjal

3. Pengaruh obesitas terhadap hipertensi
Kegemukan atau obesitas adalah faktor resiko yang dapat meningkatkan penyakit jantung. Upaya penurunan berat badan sering dilakukan untuk mengurangi tekanan darah pada penderita tekanan darah tinggi. Pengurangan tekanan darah dapat terjadi bila berhasil menurunkan berat badan sebesar 4,5 kg. Fakta menyebutkan bahwa beberapa orang yang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko hipertensi lebih besar daripada yang lainnya. (R. Brian Hayens, Frans H. H. Leenen, dan Eddy Soetrisno, 2000) Orang yang gemuk, jantungnya bekerja lebih keras dalam memompa darah. Hal ini dapat dipahami karena biasanya pembuluh darah orang-orang yang gemuk terjepit kulit yang berlemak. Keadaan ini diduga dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang masuk. Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya tekanan darah orang yang obesitas cenderung tinggi. (Widharto, 2007)

1 komentar:

Warta_Health mengatakan...

Terlalu supervisial apa pengaruh obesitas sama aldosteron nya

Posting Komentar